28 Februari 2018

Busana Tradisional : Kain Tradisional Indonesia Pulau NTB dan NTT

NTB
Pulau yang berada di timur Indonesia sangat terkenal dengan destinasi alamnya yang begitu indah dan memanjakan mata yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Disana terkenal dengan hewan yang dilindungi yaitu komodo, selain itu disana memiliki pantai pantai yang indah dan air pantai yang masih bersih. Alam yang begitu dijaga juga membuat para penduduk disana memiliki  kain khas yang diburu para pelancong. 


1. Tenun Ikat dari NTT dari Sumba NTT


sumber : tenun ikat



Tenun ikat Sumba adalah salah satu bentuk dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh Provinsi NTT. Tenun ikat Sumba merupakan kain nusantara nan eksotis yang diciptakan oleh para seniman tenun dari Sumba Timur. Tenun ikat Sumba bukanlah kain yang bisa dikerjakan oleh sembarang orang. Proses yang rumit dan panjang untuk menghasilkan satu helai kain tenun ikat Sumba berukuran besar. Hal tersebut dikarenakan seluruh proses pengumpulan bahan dan pembuatan tenun ikat Sumba dikerjakan secara manual.

Kain tenun ikat Sumba juga merupakan kain yang sangat ramah lingkungan karena sepenuhnya terbuat dari kapas. Tenun ikat Sumba juga diwarnai dengan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tidak ada bahan kimia sedikitpun yang digunakan dalam proses pembuatan tenun ikat ini.

Motif dan warna tertentu dalam tenun Sumba juga menunjukkan strata sosial pemakainya. Pada dasarnya, di Sumba, kain tenun dipakai pada upacara adat sebagai lambang penghargaan terhadap suku yang diharapkan dapat menghindarkan mereka dari bencana, roh-roh jahat dan hal-hal buruk lainnya.


2. Kain Sesek dari Lombok NTB


sumber: kain sesek


Kain Sesek adalah salah satu kain tradisional yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kain khas dari suku asli Lombok ini telah menjadi kebanggaan masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu.

Kain khas suku asli Lombok ini telah menjadi kebanggaan masyarakat sejak ratusan tahun lalu. Biasa digunakan sebagai baju adat atau hiasan, pembuatan kain sesek masih menggunakan cara tradisional. Benang katun, sutra, marcis, emas, dan perak menjadi bahan dasar pembuatan kain ini. Proses pembuatannya juga terbilang lama. Setidaknya dibutuhkan satu bulan untuk menyelesaikan sehelai kain sesek. Motif yang rumit menjadi alasan utama lamanya proses pembuatan.

Motif yang digunakan pada kain sesek ini dapat berupa rumah tradisional dari suku Sasak, aneka biota laut, lumbung padi, ataupun hewan ternak. Motif-motif tersebut dipilih karena dekat dengan keseharian dari Suku Sasak.

Kain sesek hanya dibuat oleh kaum wanita Suku Sasak. Bahkan, ada sebuah mitos jika lelaki yang membuat kain ini, maka perilaku si pembuat kain akan berubah menjadi seperti seorang wanita. Keahlian membuat kain ini dilestarikan secara turun-temurun. Sejak usia belia, para ibu telah mengajarkan cara membuat kain sesek kepada anak-anaknya.





Winda Septiana Akhir Wandhani
Mahasiswa, PTBBFT








21 Februari 2018

Busana Tradisional : Kain Tradisional Indonesia Pulau Bali


Kecak Bali


Pulau Bali adalah salah satu pulau Indonesia yang terkenal dengan pantai dan kebudayaannya yang kental dengan agama Hindu, selain destinasi pariwisata yang sudah terdengar sampai manca negara dan membuat turis betah disana, Bali juga mempunyai kain khasnya yang begitu kental dengan filosofinya. 


1. Kain Gringsing


Kain Gringsing 


Kain gringsing adalah satu-satunya kain tenun tradisional Indonesia yang dibuat menggunakan teknik teknik dobel ikat dan memerlukan waktu 2-5 tahun. Kain ini berasal dari Desa TengananBali. Umumnya, masyarakat Tenganan memiliki kain gringsing berusia ratusan tahun yang digunakan dalam upacara khusus. Kata gringsing berasal dari gring yang berarti 'sakit' dan sing yang berarti 'tidak', sehingga bila digabungkan menjadi 'tidak sakit'. Maksud yang terkandung di dalam kata tersebut adalah seperti penolak bala. Di Bali, berbagai upacara, seperti upacara potong gigi, pernikahan, dan upacara keagamaan lain, dilakukan dengan bersandar pada kekuatan kain gringsing.

Motif kain gringsing hanya menggunakan tiga warna yang disebut tridatu. Pewarna alami yang digunakan dalam pembuatan motif kain gringsing adalah 'babakan' (kelopak pohon) Kepundung putih (Baccaurea racemosa) yang dicampur dengan kulit akar mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai warna merah, minyak buah kemiri berusia tua (± 1 tahun) yang dicampur dengan air serbuk/abu kayu sebagai warna kuning, dan pohon Taum untuk warna hitam. Kain gringsing umumnya memiliki motif yang terinspirasi dari flora dan fauna. 



2. Kain Cepuk Rangrang 

Kain Cepuk 
Kain Cepuk 
Tenun Cepuk Rangrang adalah motif kain tenun hasil karya warga Nusa Penida Bali yang sudah dikenalkan kepada masyarakat luas. Sejarahnya, tenun rangrang ini adalah jenin kain tenun leluhur warga Nusa Penida yang dahulunya hanya dijadikan perlengkapan upacara keagamaan saja.

Tenun Cepuk Rangrang berasal dari kata Cepuk dan Rangrang atau disebut Cepuk bolong-bolong. Cepuk bolong-bolong ini merupakan simbol transparansi.


Tenun Cepuk Rangrang memiliki ciri, pada lembaran kain tenunnya terdapat ruang-ruang kecil berlubang. Sementara motifnya juga beda dengan tenun-tenun hasil karya masyarakat Bali di kabupaten-kabupaten lain seperti dari Klungkung, Karangasem, Jembrana, Tabanan dan lainnya.Di samping desain berlobang dan motif yang berbeda, warnanya pun juga lebih cerah dari tenun lainnya, seperti mendominasi warna merah, orange dan ungu.



3. Kain Bebali


Kain Bebali


Kain Bebali atau yang di Bali Utara lebih dikenal dengan nama wangsul dan di Bali Timur dikenal dengan nama gedogan , terdiri dari dua suku kata, yakni kain dan bebali. Kain, merupakan hasil tenunan yang dipergunakan untuk menutupi tubuh. Sedangkan Bebali pengertiannya upacara. Maka, kain Bebali merupakan suatu hasil tenunan yang dipergunakan untuk kepentingan upacara, sehingga kain Bebali mengandung nilai – nilai dalam kehidupan sosio kultur.

Jenis kain bebali digolongkan menjadi dua yakni bentuk lembaran dan bulat. Cara pembuatannya masih menggunakan cara alami yakni dengan menenun cagcag. Dalam hal pewarnaan, kain bebali menggunakan warna alami. 

Pembuatan kain ini melalui proses lima tahapan dengan jenis dan ragam hias yang beraneka rupa. Meskipun ragam hias kain ini bersifat geometris tetapi kain ini mempunya sisi tidak simetris di sisi kiri dan kanan yang menandakan Rwa Bhineda atau sistem dualistis seperti baik dan buruk, kanan dan kiri, dan sebagainya. Karena keistimewaannya, kain ini cukup sulit ditemukan apalagi untuk dikomersilkan. 


4. Kain Endek 
Kain Endek 


Kain endek mulai berkembang sejak tahun 1975, yaitu pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung. Kain endek ini kemudian berkembang di sekitar daerah Klungkung, salah satunya adalah di Desa Sulang. Setelah Indonesia merdeka, kain endek semakin berkembang dengan cepat.

Kain endek memiliki motif yang beragam. Bahkan, beberapa motif kain endek dianggap sakral, seperti motif patra dan encak saji. Motif ini hanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan di pura atau kegiatan keagamaan lainnya. Adapula motif kain endek yang hanya boleh digunakan oleh orang-orang tertentu, seperti para orang tua dan kalangan bangsawan. Selain itu ada juga motif nuansa alam yang biasa digunakan untuk kegiatan sosial.

Teknik itu dilakukan dengan penambahan coletan pada bagian-bagian tertentu yang disebut dengan nyantri.Teknik nyantri adalah penambahan warna kain endek dengan goresan kuas bambu seperti layaknya orang melukis di kain.









Winda Septiana Akhir Wandhani
Mahasiswa, PTBBFT

20 Februari 2018

Busana Tradisional : Kain Tradisional Indonesia Pulau Jawa

Ngrenehan beach, Wonosari, Gunung Kidul


Pulau Jawa adalah salah satu tempat yang menghasilkan Batik dan sudah ditetapkan bahwa Batik adalah warisan dunia oleh PBB melalui UNESCO, kain tradisional dari Sumatra dan Kalimantan sudah dibahas, mari kita lihat kain tradisional yang dimiliki Pulau Jawa.


1. Lurik Yogyakarta dari DIY


lurik



Kain lurik merupakan kain tenun yang memiliki motif garis-garis searah panjang kain. Kata lurik diambil dari bahasa jawa “lorek” yang berarti lajur atau garis dan dapat pula berarti corak. Kain lurik sendiri memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi terutama di wilayah Yogyakarta dan Jawa tengah Kain tradisional ini diperkirakan ada sejak jaman kerajaan Mataram yang dibuktikan dengan adanya prasasti yang mengenakan kain lurik.

Pada dasarnya lurik memiliki 3 motif dasar, yaitu:
1. motif lajuran dengan corak garis-garis panjang searah sehelai kain
2. motif pakan malang yang memiliki garis-garis searah lebar kain,
3. motif cacahan adalah lurik dengan corak kecil-kecil.
 
Kain lurik terbuat dari bahan serat  kapas,serat  kayu,  serat  sutera,  dan ada juga yang menggunakan serat sintetis. Secara tradisional pembuatan kain ini menggunakan alat tenun ATBM. Proses pembuatan benang pun masih tradisional, dengan cara memintal serat dengan tangan.

Pada awalnya, motif lurik masih sangat sederhana dan warnanya pun masih hitam dan putih atau kedua warna ini di kombinasikan. Dahulu kain lurik ini banyak digunakan masyarakat sebagai pakaian sehari-hari. Untuk wanita biasanya dibuat kebaya, sedangkan untuk pria biasanya hanya sebagai bahan baju pria seperti sorjan. Disisi lain kain lurik juga dibuat sebagai bahan selendang yang berfungsi untuk menggendong tenggok. Selain untuk itu, lurik juga digunakan dalam upacara yang berkaitan dengan kepercayaan misalanya seperti labuhan, mitoni, dll.


2. Batik Betawi dari DKI Jakarta

batik betawi


Ciri khas kain batik Betawi yaitu kain sarung dengan menonjolkan motif khas Tumpal, yaitu bentuk motif geometris segitiga sebagai barisan yang memagari bagian kepala kain dan badan kain. Saat dikenakan, Tumpal harus ada di bagian depan. Motif burung hong juga masuk dalam ciri khas batik betawi sebagai perlambang kebahagiaan. Motif batik Betawi lebih terfokus pada kesenian budaya Betawi yang dipengaruhi oleh budaya Arab, India, Belanda, dan Cina. Motif kuno batik betawi terbagi dari beberapa jenis, yaitu Ondel-ondel, Nusa kelapa, Ciliwung, Rasamala, dan Salakanegara.


Batik betawi sendiri sering digunakan untuk acara-acara betawi, seperti pernikahan, pentas seni khas betawi, dan yang lainnya. Batik khas betawi ini lebih menonjolkan warna yang cerah serta motif batik dari betawi ini lebih menceeritakan tentang nilai dari budaya masyarakat betawi itu sendiri. Motif batik khas betawi ini seperti motif sungai ciliwung, kemudian logo atau boneka khas betawi yaitu ondel-ondel, lalu peta ceila, kemudian juga ada batik dengan motif tumpal, dan masih banyak yang lainnya.Setiap motif batik ini juga memiliki filosofi dan tujuan sendiri-sendiri.

Loreng Ondel-ondel misalnya, motif ini dibuat mengangkat figur Ondel-ondel sebagai boneka yang dapat menolak bala. Motif ini mengandung harapan agar pemakainya mendapat kehidupan yang lebih baik serta jauh dari bala. Biasanya jenis batik Betawi bermotif ini digunakan pada acara besar adat Betawi.

Keunikan lainnya dari batik Betawi adalah, warga Betawi, baik kalangan atas maupun bawah menggunakan motif yang sama, yang membedakan adalan pemilihan bahannya. Untuk kalangan atas, umumnya terbuat dari bahan mori halus cap sen. Sedangkan untuk kalangan bawah, terbuat dari mori kasar atau belacu. Batik Betawi menjadi bahan pakaian yang populer di kalangan penduduk Betawi laki-laki pada akhir abad XIX, terutama di wilayah Betawi Tengah. Mereka menggunakan batik sebagai bahan celana seperti orang-orang Belanda. Selain itu, batik Betawi juga digunakan untuk pakaian sehari-hari, untuk keperluan hajatan (pesta) dan plesiran (jalan-jalan).


3. Batik Indonesia dari Jawa

batik

batik

Batik merupakan warisan budaya nusantara (Indonesia) yang mempunyai nilai dan perpaduan seni yang tinggi, sarat dengan makna filosofis dan simbol penuh makna. Adanya keragaman corak atau motif yang berasal dari daerah-daerah tertentu di Jawa seperti Jawa barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, batik telah didefinisikan dengan berbagai ungkapan yang berbeda-beda walaupun memiliki tujuan yang sama. Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam (lilin) merupakan bentuk seni kuno dari zaman dahulu kala.

Berdasarkan teknik pembuatannya, batik dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis sebagai berikut :


Batik Tulis
Batik tulis dilakukan sepenuhnya oleh keterampilan seorang pembatik, proses pembuatannya diawali dari pembuatan pola atau motif, mengisi pola, hingga pewarnaan.  

Batik Cap
Batik cap dibuat dengan menggunakan bantuan motif batik yang dibuat dalam bentuk stempel atau cap tembaga. Proses pengerjaan batik cap ini adalah cap tembaga diberi malam panas, kemudian distempelkan di atas kain polos, selanjutnya dilakukan secara terus menerus hingga membentuk motif atau pola yang teratur.

Batik Sablon atau Printing
Batik printing dibuat dengan menggunakan motif pabrikan atau motif sablon, yaitu motif batik yang telah dicetak secara otomatis. 

Batik Sablon Malam
Batik sablon malam dibuat dengan cara menyablonkan malam atau lilin secara langsung seperti pada pembuatan batik printing. Batik sablon malam dibuat dengan perpaduan kombinasi batik sablon dengan batik cap. 


Kain yang digunakan untuk membatik adalah kain mori, kain katun, kain serat nanas, kain sutera, kain paris.

Batik Jawa mempunyai ragam motif batik yang berbeda-beda. Perbedaan motif batik Jawa biasa terjadi dikarenakan motif-motif tersebut memiliki makna dan filosofi tersendiri, tidak hanya sekedar gambar saja, namun mengandung suatu makna yang yang luhur bagi mereka yang didapat dari leluhur terdahulu, yaitu penganut dinamisme, agama animisme, atau Hindu dan Buddha.








Winda Septiana Akhir Wandhani
Mahasiswa, PTBBFT






Busana Tradisional : Kain Tradisional Indonesia Pulau Kalimantan


pasar terapung 



Kemarin dibahas tentang kain tradisional Pulau Sumatra sekarang mari kita membahas kain dari Pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia, di Kalimantan memiliki kain-kain tradisional yang sebenarnya dari satu daerah ke daerah di Indonesia yang lain memiliki persamaan.

1. Songket Sambas dari Kalimantan Barat

songket sambas

Jaman dahulu para perajin atau penenun pada umumnya adalah perempuan dewasa yang telah berumah tangga, jarang sekali bahkan hampir tidak ada dari kalangan laki-laki.
Dalam proses pembuatannya mereka masih menggunakan cara-cara lama sehingga memerlukan waktu yang relatif lama karena dalam satu bulan mereka biasanya hanya menghasilkan 2-3 lembar kain saja.


Tenun Sambas merupakan salah satu usaha masyarakat di Sambas yang telah berlangsung secara turun temurun. Pembuatan kain tenun ini dilakukan masyarakat secara manual atau tradisional. Proses pengerjaan secara tradisional ini akan membuat hasilnya akan lebih bagus dibandingkan pembuatan dengan mesin. 

Benang yang dipergunakan beraneka ragam, seperti benang dengan aneka warna dan benang emas. Secara keseluruhan, peralatan tenun yang dipergunakan oleh penenun di Kabupaten Sambas adalah: tarauan, luwing, pleting, cucuk/karab, garub/suri, pase, berirak, benik, serarak, injakan, pencual, cacak, pencual dan tandaian, kuda-kuda, kedudukan dan turak.
 
Tenun Sambas ini mempunyai berbagai macam motif dan corak. Semakin tinggi kesulitan dalam membuat motif tersebut maka harga tenunnya akan semakin mahal. Motif-motif yang dipakai pada saat ini tidak diketahui siapa yang menciptakannya dan itu motif-motif itu terus berkembang sesuai dengan kemampuan dari perajin tersebut.
Motif yang tergambar dalam tenunan ini biasanya berkaitan dengan alam dan lingkungan hidup. Semakin sulit motifnya,semakin lama waktu yang diperlukan. 

Salah satu ciri khas tenun Sambas adalah motif pucuknya. Motif pucuk rebung berbentuk segi tiga, memanjang, dan lancip. Disebut pucuk rebung karena merupakan stilirisasi dari tunas bambu muda. Penggunaan pucuk rebung sebagai ciri khas tenun ini memiliki makna yang luas dan mendalam.


Sedikitnya ada tiga makna dari penggunaan motif ini sebagai ciri khas. Pertama, sebagai pengingat agar orang-orang Sambas terus berupaya untuk maju. Pucuk rebung adalah bagian dari pohon bambu yang terus tumbuh dan tumbuh. Semangat terus tumbuh inilah yang ingin disampaikan oleh motif ini. Kedua, orang Sambas harus senantiasa berpikiran lurus, sebagaimana tumbuhnya pucuk rebung. Pucuk rebung selalu tumbuh lurus hingga menjulang tinggi. Ketiga,jika mencapai puncak tertinggi,tidak boleh sombong dan arogan,sebagaimana pohon bambu yang selalu merunduk ketika telah tinggi.


2. Sasirangan dari Kalimantan Selatan


sasirangan



Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan, kain yang didapat dari proses pewarnaan rintang dengan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau sejenisnya menurut corak-corak tertentu..

Desain/corak didapat dari teknik-teknik jahitan dan ikatan yang ditentukan oleh beberapa faktor, selain dari komposisi warna dan efek yang timbul antara lain : jenis benang/jenis bahan pengikat.

Kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang bermanfaat untuk pengobatan (batatamba), khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Agar bisa digunakan sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, kain sasirangan biasanya dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan).

Kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang bermanfaat untuk pengobatan (batatamba), khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Agar bisa digunakan sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, kain sasirangan biasanya dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan).


3. Ulap Doyo dari Kalimantan Timur 

ulap doyo


Ulap doyo merupakan jenis tenun ikat berbahan serat daun doyo (Curliglia latifolia). Daun ini berasal dari tanaman sejenis pandan yang berserat kuat dan tumbuh secara liar di pedalaman Kalimantan. 

Agar dapat digunakan sebagai bahan baku tenun, daun ini harus dikeringkan dan disayat mengikuti arah serat daun hingga menjadi serat yang halus. Serat-serat ini kemudian dijalin dan dilinting hingga membentuk benang kasar.

Benang daun doyo kemudian diberi warna menggunakan pewarna alami dari tumbuhan. Warna yang umum ditemukan antara lain merah dan cokelat. Warna merah berasal dari buah glinggam, kayu oter, dan buah londo. Adapun warna cokelat diperoleh dari kayu uwar.
Tenun ulap doyo diduga telah ada sejak berabad-abad silam, bahkan diduga usianya hampir sama dengan usia keberadaan Kerajaan Hindu Kutai. Hal ini dikuatkan dengan temuan antropologi yang menyebutkan ada korelasi antara motif pada tenun ulap doyo dengan strata sosial dari kelompok masyarakat pemakainya.

Secara umum, motif dalam kain ulap doyo terinspirasi flora dan fauna yang ada di tepian Sungai Mahakam atau tema peperangan antara manusia dengan naga. Motif yang terdapat pada kain pun menjadi identitas si pemakai. Motif waniq ngelukng, misalnya, yang digunakan oleh masyarakat biasa, sedangkan motif jaunt nguku digunakan kalangan bangsawan atau raja. Pembedaan strata sosial ini mengindikasikan adanya sistem kasta yang berlaku dalam masyarakat, seperti yang terdapat pada Hindu.

Proses pembuatan tenun ulap doyo diwariskan secara turun temurun melalui suatu proses yang unik. Kaum wanita Dayak Benuaq mulai menguasai proses pembuatan tenun ini sejak usia belasan tahun secara spontan, tanpa melalui proses latihan. Mereka menguasai tehnik ini hanya dengan melihat proses kerja para wanita yang lebih tua seperti ibu dan sesepuh mereka secara berulang-ulang. Karena transfer keterampilan yang berlangsung secara unik ini, hampir dipastikan sulit menemukan orang yang menguasai tehnik tenun ulap doyo di luar Suku Dayak Benuaq.



4. Benang Bintik dari Kalimantan Tengah



benang bintik





Benang Bintik merupakan nama lain dari Batik Khas Dayak Kalimantan Tengah. Dalam hal jenis, Benang Bintik tergolong ke dalam berbagai motif khas, di antaranya adalah motif Batang Garing, motif Huma Betang, motif ukiran, motif senjata, motif naga, motif Balanga, motif campuran dan motif-motif lainnya.

Untuk warna dasar Benang Bintik memiliki warna yang lebih berani seperti warna merah maroon, biru, merah, kuning dan hijau. Ada juga bahan warna yang lebih gelap seperti hitam dan coklat. Bahan baku Benang Bintik umumnya menggunakan bahan kain jenis kain sutera, kain semi-sutera dan kain katun.
  
Yang membuat khas batik Dayak Kalimantan Tengah ini di setiap motifnya selalu ada motif Batang Garing. Suku Dayak Ngaju memahami dunianya (kosmologi) melalui pemaknaan Pohon Batang Garing (pohon kehidupan). Pohon ini diyakini diturunkan langsung oleh Tuhan Dayak Ngaju yang bernama Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam tetek tatum (ratap tangis sejati) diceritakan bahwa Ranying Hatalla Langit menciptakan dua pohon yang diberi nama Batang Garing Tingang (pohon kehidupan) dan Bungking Sangalang.


5. Batik Bultiya dari Kalimantan Utara

batik bultiya



Batik Bultiya merupakan paduan tiga suku Kalimantan Utara (Bulungan, Tidung dan Dayak) yang dibuat guna mempererat etnis di Kabupaten Bulungan. Cikal bakal terciptanya batik khas ini diawali pada 2012 lalu. Tepatnya menjelang perayaan pesta adat Birau. Batik Bultiya juga kerap dikenalkan dalam tiap pameran Pemkab Bulungan ke sejumlah daerah, karena itulah batik Bultiya perlahan makin dikenal luas.  







Winda Septiana Akhir Wandhani
Mahasiswa, PTBBFT


18 Februari 2018

Busana Tradisional : Kain Tradisional Indonesia Pulau Sumatra

 
Sumatra



Indonesia begitu kaya dengan budaya, negara kita yang terdiri dari beribu-ribu pulau ini patut kita banggakan, kain tradisional indonesia sudah mendapatkan pengakuan oleh dunia seperti kain Batik yang sudah ditetapkan menjadi warisan dunia oleh UNESCO. Semua orang pasti sudah tahu Batik namun bagaimana dengan kain milik Indonesia yang lain ? ada banyak sekali kain khas Indonesia yang belum kita ketahui, sekarang kita membahas kain tradisional dari Pulau Sumatra 

1. Songket Palembang dari Sumatra Selatan 
      
Songket Palembang

Dahulu awal pembuatan kain songket dibuat dari bahan dasar benang emas. Songket merupakan pakaian yang mencerminkan kedudukan seseorang dalam masyarakat di Palembang, ragam hias atau motif pada Kain Songket merupakan hal yang dilihat paling utama. Motif pada Kain Songket memiliki arti atau makna yang dalam sebagai gambaran kebudayaan masyarakat Palembang. 


2. Tenun Siak dari Riau
  
Tenun Siak

Tenun Siak, sebagaimana namanya, merupakan tenunan tradisional yang dihasilkan oleh masyarakat Siak, Provinsi Riau.

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef

Tenun Siak, sebagaimana namanya, merupakan tenunan tradisional yang dihasilkan oleh masyarakat Siak, Provinsi Riau.

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef
Tenun Siak memiliki motif yang merupakan hasil dari sentrilisasi flora, fauna, dan alam sekitar. Dahulu tenun siak dipakai oleh kaum bangsawan dan keluarga kerabat raja, kehalusan dan kerumitan motif tenun siak menunjukkan semakin tinggi tingkat kedudukannya. Pembuat tenun siak harus mengerti arti dari setiap motif yang dibuatnya agar nanti dapat dilestarikan sehingga tenun siak tidak akan hilang.
Tenun Siak, sebagaimana namanya, merupakan tenunan tradisional yang dihasilkan oleh masyarakat Siak, Provinsi Riau.

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef
    
Tenun Siak, sebagaimana namanya, merupakan tenunan tradisional yang dihasilkan oleh masyarakat Siak, Provinsi Riau.

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef
Tenun Siak, sebagaimana namanya, merupakan tenunan tradisional yang dihasilkan oleh masyarakat Siak, Provinsi Riau.

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef

3. Tapis dari Lampung

Tapis

Kain tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistem sulam (Lampung; "Cucuk"). Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. 

Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh taradisi Neolitikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.


Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis. Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan.


4. Songket Pandai Sikek dari Sumatera Barat
  
Motif-motif tenun pandai sikek yang berupa cukie (pola yang mengisi bagian-bagian dari kain) dan sungayang (corak keseluruhan kain tenun songket) diyakini sebagai motif asli yang ditenun oleh perempuan-perempuan Pandai Sikek pada masa lampau. Motif-motif kain tenun songket pandai sikek, konon selalu diambil dari contoh kain-kain tua yang sering dikenakan sebagai pakaian pada upacara-upacara adat dan untuk fungsi lain dalam lingkup acara adat sebagai tando dan dipajang pada waktu batagak (mendirikan) rumah. Dalam tradisi yang berkembang di Pandai Sikek, pembuatan kain tenun songket yang dilakukan oleh kaum perempuan.


5.  Ulos Batak Toba dari Sumatera Utara

Ulos Batak Toba
      
Kain ulos adalah kain tenunan suku Batak toba yang sering juga dijadikan oleh-oleh khas dari Toba.Ulos  sering digunakan baik dalam kehidupan sehari-hari dan juga di setiap ritual/upacara adat Batak baik dalam suka maupun duka. Kain ulos memiliki berbagai macam. Motif memiliki berbagai arti yang berbeda dan ada beberapa motif yang hanya dapat digunakan pada bagian tubuh tertentu.


6. Kerawang Gayo dari Aceh

Kerawang Gayo


Kerawang Gayo yang merupakan sebuah simbol kemegahan masyarakat Gayo yang melambangkan prinsip, agama, adat istiadat, kehidupan sosial dan budaya. Hingga kini masyarakat Gayo masih melestarikan kerawang ini.  Kerawang dulunya merupakan ukiran pada rumah Adat Gayo atau Pitu Ruang. Motif ukiran pada kayu inilah yang kemudian menginspirasi ahli seni Gayo untuk membuatnya di sebidang kain dengan cara ditenun, bahkan bukan hanya di kain saja Kerawang yang memiliki corak yang khas dan sarat dengan unsur etnik yang kental telah menghiasi segala macam kerajinan khas tanah Gayo. Gayo sendiri kerawang dipakai saat mengadakan kegiatan, seperti pernikahan, sunatan, hingga acara-acara resmi pemerintah.



7. Tudung Manto dari Kepulauan Riau 

Tudung Manto


Tudung manto merupakan kelengkapan pakaian adat perempuan Melayu Daik, berupa kain tipis penutup kepala yang terbuat dari berbagai jenis kain seperti kain kase, kain sifon, kain sari, dan kain sutera dengan warna tertentu seperti kuning, hijau, merah, hitam dan putih. Ciri khas utama tudung manto adalah hiasan tekat berbagai motif yang dibuat menggunakan kawat lentur seperti benang berwarna perak ataupun emas yang disebut genggeng atau kelingkan. Kelingkan adalah hiasan wajib dalam pembuatan tudung manto, dan tidak boleh diganti dengan bahan hiasan lainnya. Pada zaman kerajaan, bahan pembuatan tudung manto diproduksi sendiri oleh pengrajin tenun dan tembaga di Daik. 

Pembuatan motif harus merujuk kepada segala sesuatu yang ada dalam lingkungan alam Melayu, dan harus mengandung makna tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan oleh pembuat motif. Motif yang dibuat berdasarkan sesuatu yang tidak diketahui atau tidak pernah dijumpai oleh orang Melayu dalam kehidupan mereka, tidak akan diterima oleh masyarakat, dan dianggap sebagai motif yang tidak memiliki makna. Tokoh budaya di Daik mengatakan bahwa ketatnya aturan pembuatan motif hias tudung manto dimaksudkan untuk menjaga motif-motif yang sudah menjadi ciri khas tudung manto.



8. Kain Cual dari Bangka Belitung

Cual
   
Kain cual adalah kain tenun tradisional Bangka Belitung. Kain cual dibuat seperti kerajinan songket, namun yang motifnya adalah tenun ikat. Motif tenun cual antara lain susunan motif corak penuh (Penganten Bekecak), dan motif ruang kosong Jande Bekecak). Cual Bangka dahulu dikenal dengan nama Limar Muntok. Kain cual memiliki beberapa motif, seperti motif kembang gajah, bunga cina, naga bertarung, dan burung hong. Beberapa motif kain cual ada yang dibuat dengan menggunakan benang sutra dan bahkan ada yang dibuat dengan benang emas 18 karat.


9. Kain Lantung dari Bengkulu

kain Lantung

Masyarakat Bengkulu dalam membuat kain lantung tersebut, terlebih dahulu mencari jenis pohon yang kulit bergetah, karena kulit kayu yang mengandung getah tidak mudah rusak. Kemudian batang pohon tersebut dipotong untuk diambil kulitnya sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Proses pembuatan kain lantung sangat sederhana, kulit kayu dikelupaskan dari batang kayu kemudian dipukul-pukul dengan kayu (perikai) sampai tipis dan lebar sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Untuk mendapatkan kain yang baik dan lembut biasanya kulit kayu yang sudah dipukul-pukul direbus kemudian dijemur ditempat yang terlindung dari sinar matahari langsung.


 Tidak ada motif atau ragam hias dalam membuat baju dari kulit lantung ini. Mereka hanya berprinsip untuk memutup aurat dan melindungi tubuh dari udara dingin. Begitu juga dengan selimut da tali pengikat dari kulit lantung ini. 

Membedakan kain dari kulit lantung yang dipakai oleh laki-laki dan perempuan memang ada, yakni kain laki-laki biasanya membuat pola celana dan baju, sedangkan perempuan membuat rok dan baju yang menutupi seluruh anggota tubuh.


10.Tenun Ikat Inuh dari Lampung 

tenun ikat inuh


Kain Tenun Ikat Tradisional Inuh Lampung adalah salah satu identitas kekuatan produk budaya masyarakat Lampung. Bagi masyarakat Lampung pesisir (beradat saibatin) menggunakan Inuh untuk aktivitas adat istiadatnya. Inuh diyakini bukan hanya sekedar simbol yang mencerminkan kepada identitas dan pelengkap budaya semata tetapi lebih diyakini sebagai kain sakral yang agung (suci) yang dapat melindungi para pemakainya dari kotoran di luar badannya.

Tenun ikat inuh mulanya hanya dipakai perempuan pada acara pernikahan. Perempuan yang memakainya harus istri dari laki-laki tertua dalam keluarga. Di masa itu, tidak semua wanita bisa memakai kain inuh, sedangkan tenun ikat bidak galah napuh dipakai hanya untuk acara adat untuk laki-laki dan perempuan.

Perbedaan kedua kain tenun ini terletak pada motifnya. Tenun ikat inuh memiliki motif lebih beragam berupa tumbuhan, kapal, dan rumah tradisional, sedangkan tenun bidak galah napuh bermotif bintik-bintik kecil yang diambil dari model kulit hewan. Napuh adalah sejenis hewan seperti kancil yang memiliki bintik-bintik kecil pada bagian leher.
 






Winda Septiana Akhir Wandhani
Mahasiswa, PTBBFT
© PETRICHOR
Maira Gall