20 Februari 2018

Busana Tradisional : Kain Tradisional Indonesia Pulau Kalimantan


pasar terapung 



Kemarin dibahas tentang kain tradisional Pulau Sumatra sekarang mari kita membahas kain dari Pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia, di Kalimantan memiliki kain-kain tradisional yang sebenarnya dari satu daerah ke daerah di Indonesia yang lain memiliki persamaan.

1. Songket Sambas dari Kalimantan Barat

songket sambas

Jaman dahulu para perajin atau penenun pada umumnya adalah perempuan dewasa yang telah berumah tangga, jarang sekali bahkan hampir tidak ada dari kalangan laki-laki.
Dalam proses pembuatannya mereka masih menggunakan cara-cara lama sehingga memerlukan waktu yang relatif lama karena dalam satu bulan mereka biasanya hanya menghasilkan 2-3 lembar kain saja.


Tenun Sambas merupakan salah satu usaha masyarakat di Sambas yang telah berlangsung secara turun temurun. Pembuatan kain tenun ini dilakukan masyarakat secara manual atau tradisional. Proses pengerjaan secara tradisional ini akan membuat hasilnya akan lebih bagus dibandingkan pembuatan dengan mesin. 

Benang yang dipergunakan beraneka ragam, seperti benang dengan aneka warna dan benang emas. Secara keseluruhan, peralatan tenun yang dipergunakan oleh penenun di Kabupaten Sambas adalah: tarauan, luwing, pleting, cucuk/karab, garub/suri, pase, berirak, benik, serarak, injakan, pencual, cacak, pencual dan tandaian, kuda-kuda, kedudukan dan turak.
 
Tenun Sambas ini mempunyai berbagai macam motif dan corak. Semakin tinggi kesulitan dalam membuat motif tersebut maka harga tenunnya akan semakin mahal. Motif-motif yang dipakai pada saat ini tidak diketahui siapa yang menciptakannya dan itu motif-motif itu terus berkembang sesuai dengan kemampuan dari perajin tersebut.
Motif yang tergambar dalam tenunan ini biasanya berkaitan dengan alam dan lingkungan hidup. Semakin sulit motifnya,semakin lama waktu yang diperlukan. 

Salah satu ciri khas tenun Sambas adalah motif pucuknya. Motif pucuk rebung berbentuk segi tiga, memanjang, dan lancip. Disebut pucuk rebung karena merupakan stilirisasi dari tunas bambu muda. Penggunaan pucuk rebung sebagai ciri khas tenun ini memiliki makna yang luas dan mendalam.


Sedikitnya ada tiga makna dari penggunaan motif ini sebagai ciri khas. Pertama, sebagai pengingat agar orang-orang Sambas terus berupaya untuk maju. Pucuk rebung adalah bagian dari pohon bambu yang terus tumbuh dan tumbuh. Semangat terus tumbuh inilah yang ingin disampaikan oleh motif ini. Kedua, orang Sambas harus senantiasa berpikiran lurus, sebagaimana tumbuhnya pucuk rebung. Pucuk rebung selalu tumbuh lurus hingga menjulang tinggi. Ketiga,jika mencapai puncak tertinggi,tidak boleh sombong dan arogan,sebagaimana pohon bambu yang selalu merunduk ketika telah tinggi.


2. Sasirangan dari Kalimantan Selatan


sasirangan



Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan, kain yang didapat dari proses pewarnaan rintang dengan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau sejenisnya menurut corak-corak tertentu..

Desain/corak didapat dari teknik-teknik jahitan dan ikatan yang ditentukan oleh beberapa faktor, selain dari komposisi warna dan efek yang timbul antara lain : jenis benang/jenis bahan pengikat.

Kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang bermanfaat untuk pengobatan (batatamba), khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Agar bisa digunakan sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, kain sasirangan biasanya dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan).

Kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang bermanfaat untuk pengobatan (batatamba), khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Agar bisa digunakan sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, kain sasirangan biasanya dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan).


3. Ulap Doyo dari Kalimantan Timur 

ulap doyo


Ulap doyo merupakan jenis tenun ikat berbahan serat daun doyo (Curliglia latifolia). Daun ini berasal dari tanaman sejenis pandan yang berserat kuat dan tumbuh secara liar di pedalaman Kalimantan. 

Agar dapat digunakan sebagai bahan baku tenun, daun ini harus dikeringkan dan disayat mengikuti arah serat daun hingga menjadi serat yang halus. Serat-serat ini kemudian dijalin dan dilinting hingga membentuk benang kasar.

Benang daun doyo kemudian diberi warna menggunakan pewarna alami dari tumbuhan. Warna yang umum ditemukan antara lain merah dan cokelat. Warna merah berasal dari buah glinggam, kayu oter, dan buah londo. Adapun warna cokelat diperoleh dari kayu uwar.
Tenun ulap doyo diduga telah ada sejak berabad-abad silam, bahkan diduga usianya hampir sama dengan usia keberadaan Kerajaan Hindu Kutai. Hal ini dikuatkan dengan temuan antropologi yang menyebutkan ada korelasi antara motif pada tenun ulap doyo dengan strata sosial dari kelompok masyarakat pemakainya.

Secara umum, motif dalam kain ulap doyo terinspirasi flora dan fauna yang ada di tepian Sungai Mahakam atau tema peperangan antara manusia dengan naga. Motif yang terdapat pada kain pun menjadi identitas si pemakai. Motif waniq ngelukng, misalnya, yang digunakan oleh masyarakat biasa, sedangkan motif jaunt nguku digunakan kalangan bangsawan atau raja. Pembedaan strata sosial ini mengindikasikan adanya sistem kasta yang berlaku dalam masyarakat, seperti yang terdapat pada Hindu.

Proses pembuatan tenun ulap doyo diwariskan secara turun temurun melalui suatu proses yang unik. Kaum wanita Dayak Benuaq mulai menguasai proses pembuatan tenun ini sejak usia belasan tahun secara spontan, tanpa melalui proses latihan. Mereka menguasai tehnik ini hanya dengan melihat proses kerja para wanita yang lebih tua seperti ibu dan sesepuh mereka secara berulang-ulang. Karena transfer keterampilan yang berlangsung secara unik ini, hampir dipastikan sulit menemukan orang yang menguasai tehnik tenun ulap doyo di luar Suku Dayak Benuaq.



4. Benang Bintik dari Kalimantan Tengah



benang bintik





Benang Bintik merupakan nama lain dari Batik Khas Dayak Kalimantan Tengah. Dalam hal jenis, Benang Bintik tergolong ke dalam berbagai motif khas, di antaranya adalah motif Batang Garing, motif Huma Betang, motif ukiran, motif senjata, motif naga, motif Balanga, motif campuran dan motif-motif lainnya.

Untuk warna dasar Benang Bintik memiliki warna yang lebih berani seperti warna merah maroon, biru, merah, kuning dan hijau. Ada juga bahan warna yang lebih gelap seperti hitam dan coklat. Bahan baku Benang Bintik umumnya menggunakan bahan kain jenis kain sutera, kain semi-sutera dan kain katun.
  
Yang membuat khas batik Dayak Kalimantan Tengah ini di setiap motifnya selalu ada motif Batang Garing. Suku Dayak Ngaju memahami dunianya (kosmologi) melalui pemaknaan Pohon Batang Garing (pohon kehidupan). Pohon ini diyakini diturunkan langsung oleh Tuhan Dayak Ngaju yang bernama Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam tetek tatum (ratap tangis sejati) diceritakan bahwa Ranying Hatalla Langit menciptakan dua pohon yang diberi nama Batang Garing Tingang (pohon kehidupan) dan Bungking Sangalang.


5. Batik Bultiya dari Kalimantan Utara

batik bultiya



Batik Bultiya merupakan paduan tiga suku Kalimantan Utara (Bulungan, Tidung dan Dayak) yang dibuat guna mempererat etnis di Kabupaten Bulungan. Cikal bakal terciptanya batik khas ini diawali pada 2012 lalu. Tepatnya menjelang perayaan pesta adat Birau. Batik Bultiya juga kerap dikenalkan dalam tiap pameran Pemkab Bulungan ke sejumlah daerah, karena itulah batik Bultiya perlahan makin dikenal luas.  







Winda Septiana Akhir Wandhani
Mahasiswa, PTBBFT


Tidak ada komentar

Posting Komentar

© PETRICHOR
Maira Gall