3 Maret 2018

Busana Tradisional : Kain Tradisional Indonesia Pulau Sulawesi

sulawesi


Pulau Sulawesi yang dulunya bernama Celebes menyimpan berbagai keindahan alam dan budaya. Setiap Pulau yang ada di Indonesia memiliki kain tradisisonalnya masing-masing. Mereka memiliki cara dan maksut tersendiri dalam pembuatan kain tradisional karena biasanya kain tradisional sudah turun temurun dari nenek moyang.


1. Kain Koffo dari Sulawesi Utara


Koffo

Ragam Hias Tenun Koffo Sangihe Talaud dibentuk menurut contoh anyaman dan dengan menggunakan teknik tenun pewarna alami dari desa-desa setempat dan menghasilkan motif dekoratif berdasarkan bentuk serta simbol tradisional.

Hasil tenunan kain Koffo dipakai oleh orang Sangihe Talaud baik laki-laki dan perempuan dengan motif yang mirip damask kembang berwarna tunggal.Diatas salana barinya,celana yang panjangnya sampai ketumit,laki-laki memakai baju terusan pajang lurus semacam baju toro yang disebut laku manandu, semakin baju itu menyeret ditanah maka semakin bergengsi pakaiannya.sedangkan pentup kepala yang dipakai adalah paporong atau kain Koffo dengan lajur hias tenun kecil serta dengan melipat lipat ikat kepala sehingga terlihat anggun dan berwibawa.


2. Kain Karawo dari Gorontalo


Karawo

Kain karawo dibuat dengan teknik sulam, kain karawo dikerjakan pada kain dengan menggunakan benang polos maupun warna-warni. Proses pembuatan dengan cara mengiris dan mencabut benang dari serat kain yang sudah jadi. Lalu disulam dengan jarum dan aneka ragam benang sesuai motif yang diinginkan. Istimewanya pembuatan kain ini dilakukan secara manual, dengan menggunakan tangan. Tak heran jika dalam pembuatannya memakan waktu yang lama.

Orang pertama bertugas membuat pola. Caranya dengan menggambar di atas kertas grafik. Kemudian orang kedua bertugas sebagai pengiris atau pengurai benang pada kain yang akan dibuat sulaman karawo. Ini dilakukan sesuai pola yang diinginkan. Sementara itu, orang ketiga bertugas sebagai penyulam kain yang sudah diurai benangnya. Jika pola yang diinginkan begitu rumit, pembuatannya bisa memakan waktu sebulan. 


3. Kain Tenun Sukomandi Dari Sulawesi Barat


sukomandi
 

Tenun Sekomandi merupakan warisan leluhur masyarakat Mamuju, Sulawesi Barat, yang bernilai sejarah dan kaya akan nilai budaya lokal.
Tenun Sekomandi berasal dari leluhur Kalumpang. Daerah ini merupakan wilayah perdagangan yang sangat kaya. Dengan peninggalan arkeologi yang dimilikinya, Kalumpang juga merupakan daerah yang kaya akan sejarah. Daerah ini disebut sebagai pusat awal peradaban di Sulawesi.
 

Tenun Sekomandi ditenun secara tradisional dan menggunakan bahan pewarna dari berbagai jenis tanaman, seperti jahe, lengkuas, cabai, kapur sirih, laos, kemiri, juga beragam dedaunan, akar pohon, serta kulit kayu. Bahan-bahan ini ditumbuk halus lalu dimasak. Untuk mendapatkan warna yg benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna tersebut setiap hari selama satu bulan (untuk memperkuat warna dan agar warna tidak mudah luntur). Dengan bahan alami yg terbatas dan proses penenunan yang rumit, tenun sekomandi tidak bisa diproduksi dalam jumlah massal sekaligus






4. Lipa Sabbe Dari Sulawesi Selatan

lippa sabe

Sutera Bugis memiliki warna-warna cerah dan motif tie-dye horizontal. Selain memang untuk sarung, juga untuk baju kurung atau sering disebut baju bodo, kebaya dan kemeja laki-laki serta atasan modis dan rok. Motif kain sutra produksi daerah ini ada dua macam, yaitu motif tradisional dan non-tradisional. Motif tradisional atau yang lebih dikenal dengan motif Bugis di antaranya adalah corak kotak-kotak kecil yang disebut balo renni. Sementara itu, corak kotak-kotak besar seperti kain tartan Skotlandia, diberi nama balo lobang. Selain corak kotak-kotak, terdapat pula corak zig-zag yang diberi nama corak bombang. Corak ini menggambarkan gelombang lautan. Pola zig-zag ini dapat diterapkan di seluruh permukaan sarung atau di bagian kepala sarung saja, adapun bagian kepala sarung justru terletak di area tengah sarung, dan sering juga corak bombang ini digabungkan dengan corak kotak-kotak.


Menurut legenda, masyarakat Bugis percaya bahwa keterampilan menenun nenek moyang masyarakat Bugis diilhami oleh sehelai sarung yang ditinggalkan oleh para dewa di pinggir danau Tempe. Dan di desa-desa yang terletak di pinggiran danau Tempe itulah kain tenun Bugis yang sangat bagus itu dibuat. Ada tiga bentuk dan corak kain sutra yang diproduksi oleh pengrajin, yaitu: kain setengah jadi (seperti sarung, baju, dan selendang); kain berbentuk gulungan yang dapat dibeli permeter sesuai dengan kebutuhan; dan pakaian siap pakai (seperti: baju, jas, kerudung, kipas, dompet, dan tempat peralatan rias wajah).








Winda Septiana Akhir Wandhani
Mahasiswa, PTBBFT

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© PETRICHOR
Maira Gall